Mengingat nama orang Mesir sangat mudah sekali. Hampir bisa dibilang, seluruh orang mesir, cowok khususnya, mempunyai nama sama. Kalau nggak Ahmad, paling ya Mustofa, atau mungkin Mahmud atau Muhammad. Jarang sekali saya mendengar orang memanggil dari selain itu. Malahan, nama bapak dengan anaknya sama.
Ketika awal menginjakkan kaki di negara ini, nggak kebayang manggil nama mereka yang sama harus bagaimana. Apalagi rumah di sini modelnya seperti apartemen (bahasa halusnya apartemen, bahasa kasarnya :rumah susun. Sama kan modelnya?). Orang manggil nama Ahmad, eh yang keluar lantai atasnya. Manggil Mustofa, yang keluar bapaknya. Mau manggil Maryam, lho…koq yang keluar Ibunya, sambil bawa golok lagi. Bingung kan??? Saya juga bingung.
Ternyata hidup ini harus ada perbedaan. Perbedaan antara manusia dengan lainnya. Bersyukur sekali rasanya, ketika menikmati perbedaan itu dengan keindahan. Artinya kita memahami perbedaan dari segi positif.
Orang Arab dari dulu dikenal dengan watak kerasnya. Orang yang tidak mau mengalah. Bangsa yang semaunya sendiri. Mungkin itulah, kenapa Nabi Muhammad diturunkan pada bangsa arab.
Perlahan-lahan prilaku mereka sedikit berubah. Kalau dulu sama sekali melakukan perbuatan sesukanya, tapi sekarang mereka batasi dengan adanya aturan-aturan yang ada dalam Al Quran. Yang dulunya ketika ada masalah harus diselesaikan dengan pedang, namun sekarang mereka adalah orang pemaaf, tidak pendendam. Selesai urusan, ya sudah beres.
Kaum putih (eropa /amerika) dulu adalah bangsa yang suka berkelana (sampai-sampai dari sukanya berpetualang, mereka nggak tahu perbedaan petualang dan penjajah). Kebanyakan mereka selalu mengedepankan sisi pengetahuan dari pada yang lain, toh walaupun niatnya juga menguasai. Masih ingat tentunya bagaimana cerita (dongeng?) Colombus berhasil mengelabui kaum pribumi demi mendapatkan makanan gratis dari penduduk setempat?.
Dengan apapun cara ketika mengiginkan sesuatu, mereka selalu pakai otak. Tak berbuat yang hanya modal dengkul saja. Itulah, kenapa kaum kulit putih lebih maju pengetahuannya di banding dengan bangsa lain.
Indonesia? Sebelum saya tinggal di sini, saya merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari Indonesia. Selalu rusuh, nggak mau berfikir. Mesti pakai otot, salah sedikit, otot yang di pakai. Tapi, setelah beberapa tahun saya tinggal di sini, ternyata apa yang saya pikirkan dulu itu salah.
Ada kebanggaan dalam diri saya sebagai orang Indonesia. Sopan terhadap sesama, apalagi terhadap tamu. Murah senyum, ramah tamah. Suka loyal kepada sesama demi menyenangkan teman. Perhatian terhadap orang sekelilingnya, dan banyak lagi.
Tak ada manusia sempurna, begitu kata teman. Orang Indonesia juga begitu, meskipun mereka ramah tamah, sopan, loyal, tapi ada hal-hal negatif dari watak mereka.
Hubungannya apa nih dengan Ahmad, Mustofa, Mahmud???
Saya membayangkan, seandainya dunia ini adalah manusia dari kaum arab, yang selalu berbuat seenaknya sendiri, yang ngotot dalam hal apapun. Wah, pasti dunia ini tak ada bedanya antara siang dan malam. Tiap menit mereka selalu ribut, nggak siang nggak malam. Ngotot hanya ngerebutin masalah sepele. Capek mendengarnya.
Saya juga masih ingin membayangkan, ketika dunia ini semuanya berasal dari kaum kulit putih. Pasti tiap hari mereka memikirkan cara bagaimana agar menjadi penguasa. Bersaing dalam pengetahuan demi mendapatkan tanah orang lain.
Begitulah seterusnya. Bersukurlah ini hanya bayangan sesaat saja.
Adanya orang yang berbeda di sekitar kita, itu merupakan anugrah buat kehidupan ini. Ketika ada pertengkaran antara orang arab dan orang Indonesia misalnya, maka anggaplah orang arab (yang mudah memaafkan itu) sebagai pengerem buat orang Indonesia (yang mempunyai jiwa pendendam) agar tidak meneruskan perselisihan itu.
Atau mungkin sebaliknya, ketika orang arab ngotot-ngototan dengan orang Indonesia, eh orang Indonesia malah senyam senyum, menjawab dengan halus, sopan. Saya yakin orang arab pasti sungkan akhirnya.
Sama halnya dengan nama-nama orang Mesir tadi. Nggak enak kalau ada nama yang sama dalam satu negara. Harus ada perbedaan.
Nggak enak juga seandainya Tuhan menciptakan wajah kita sama. Bisa-bisa salah nyolek istri orang. Perbedaan memang pantas untuk diciptakan.
Nah, sekarang adalah bagaimana perbedaan itu menjadi indah, perbedaan menjadi suatu anugrah yang lahir di tengah-tengah kita. Bukan menjadikan perbedaan sebagai celah untuk mencari kesalahan orang lain. Ini yang selanjutnya adalah tugas kita. Siapa lagi kalau bukan kita yang memulai.
Ketika perbedaan menjadi anugrah, maka kehidupan ini menjadi kehidupan yang indah. Manusia memang sulit untuk mencapai kesempurnaan, tapi yang bisa dilakukan oleh manusia adalah berusaha.
Iya, berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Berusaha mencapai keindahan.