Perbedaan itu anugrah


Mengingat nama orang Mesir sangat mudah sekali. Hampir bisa dibilang, seluruh orang mesir, cowok khususnya, mempunyai nama sama. Kalau nggak Ahmad, paling ya Mustofa, atau mungkin Mahmud atau Muhammad. Jarang sekali saya mendengar orang memanggil dari selain itu. Malahan, nama bapak dengan anaknya sama.

Ketika awal menginjakkan kaki di negara ini, nggak kebayang manggil nama mereka yang sama harus bagaimana. Apalagi rumah di sini modelnya seperti apartemen (bahasa halusnya apartemen, bahasa kasarnya :rumah susun. Sama kan modelnya?). Orang manggil nama Ahmad, eh yang keluar lantai atasnya. Manggil Mustofa, yang keluar bapaknya. Mau manggil Maryam, lho…koq yang keluar Ibunya, sambil bawa golok lagi. Bingung kan??? Saya juga bingung.

Ternyata hidup ini harus ada perbedaan. Perbedaan antara manusia dengan lainnya. Bersyukur sekali rasanya, ketika menikmati perbedaan itu dengan keindahan. Artinya kita memahami perbedaan dari segi positif.


Orang Arab dari dulu dikenal dengan watak kerasnya. Orang yang tidak mau mengalah. Bangsa yang semaunya sendiri. Mungkin itulah, kenapa Nabi Muhammad diturunkan pada bangsa arab.

Perlahan-lahan prilaku mereka sedikit berubah. Kalau dulu sama sekali melakukan perbuatan sesukanya, tapi sekarang mereka batasi dengan adanya aturan-aturan yang ada dalam Al Quran. Yang dulunya ketika ada masalah harus diselesaikan dengan pedang, namun sekarang mereka adalah orang pemaaf, tidak pendendam. Selesai urusan, ya sudah beres.

Kaum putih (eropa /amerika) dulu adalah bangsa yang suka berkelana (sampai-sampai dari sukanya berpetualang, mereka nggak tahu perbedaan petualang dan penjajah). Kebanyakan mereka selalu mengedepankan sisi pengetahuan dari pada yang lain, toh walaupun niatnya juga menguasai. Masih ingat tentunya bagaimana cerita (dongeng?) Colombus berhasil mengelabui kaum pribumi demi mendapatkan makanan gratis dari penduduk setempat?.

Dengan apapun cara ketika mengiginkan sesuatu, mereka selalu pakai otak. Tak berbuat yang hanya modal dengkul saja. Itulah, kenapa kaum kulit putih lebih maju pengetahuannya di banding dengan bangsa lain.

Indonesia? Sebelum saya tinggal di sini, saya merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari Indonesia. Selalu rusuh, nggak mau berfikir. Mesti pakai otot, salah sedikit, otot yang di pakai. Tapi, setelah beberapa tahun saya tinggal di sini, ternyata apa yang saya pikirkan dulu itu salah.

Ada kebanggaan dalam diri saya sebagai orang Indonesia. Sopan terhadap sesama, apalagi terhadap tamu. Murah senyum, ramah tamah. Suka loyal kepada sesama demi menyenangkan teman. Perhatian terhadap orang sekelilingnya, dan banyak lagi.
Tak ada manusia sempurna, begitu kata teman. Orang Indonesia juga begitu, meskipun mereka ramah tamah, sopan, loyal, tapi ada hal-hal negatif dari watak mereka.

Hubungannya apa nih dengan Ahmad, Mustofa, Mahmud???

Saya membayangkan, seandainya dunia ini adalah manusia dari kaum arab, yang selalu berbuat seenaknya sendiri, yang ngotot dalam hal apapun. Wah, pasti dunia ini tak ada bedanya antara siang dan malam. Tiap menit mereka selalu ribut, nggak siang nggak malam. Ngotot hanya ngerebutin masalah sepele. Capek mendengarnya.

Saya juga masih ingin membayangkan, ketika dunia ini semuanya berasal dari kaum kulit putih. Pasti tiap hari mereka memikirkan cara bagaimana agar menjadi penguasa. Bersaing dalam pengetahuan demi mendapatkan tanah orang lain.
Begitulah seterusnya. Bersukurlah ini hanya bayangan sesaat saja.

Adanya orang yang berbeda di sekitar kita, itu merupakan anugrah buat kehidupan ini. Ketika ada pertengkaran antara orang arab dan orang Indonesia misalnya, maka anggaplah orang arab (yang mudah memaafkan itu) sebagai pengerem buat orang Indonesia (yang mempunyai jiwa pendendam) agar tidak meneruskan perselisihan itu.

Atau mungkin sebaliknya, ketika orang arab ngotot-ngototan dengan orang Indonesia, eh orang Indonesia malah senyam senyum, menjawab dengan halus, sopan. Saya yakin orang arab pasti sungkan akhirnya.

Sama halnya dengan nama-nama orang Mesir tadi. Nggak enak kalau ada nama yang sama dalam satu negara. Harus ada perbedaan.
Nggak enak juga seandainya Tuhan menciptakan wajah kita sama. Bisa-bisa salah nyolek istri orang. Perbedaan memang pantas untuk diciptakan.

Nah, sekarang adalah bagaimana perbedaan itu menjadi indah, perbedaan menjadi suatu anugrah yang lahir di tengah-tengah kita. Bukan menjadikan perbedaan sebagai celah untuk mencari kesalahan orang lain. Ini yang selanjutnya adalah tugas kita. Siapa lagi kalau bukan kita yang memulai.

Ketika perbedaan menjadi anugrah, maka kehidupan ini menjadi kehidupan yang indah. Manusia memang sulit untuk mencapai kesempurnaan, tapi yang bisa dilakukan oleh manusia adalah berusaha.

Iya, berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Berusaha mencapai keindahan.

[+/-] Selengkapnya...

Kebersamaan menuju Indonesia maju



Acara kegiatan untuk menghadapi kemerdekaan Indonesia merupakan hal yang wajib setiap tahunnya. Bagai sayur tanpa garam, anyep. Begitulah ibarat yang cocok kalau sepi dari acara tahunan dalam menyambut dirgahayu Indonesia. Terus menerus begitu, tak ada perubahan berarti.

Tak hanya itu saja, segerombolan orang tiap tahun mendatangi dan "bersatu sementara" untuk menghadiri seremonial kemerdekaan yang harus dilaksanakan sekedar mengheningkan cipta dalam rangka memperingati hari keluarnya proklamasi sebagai tanda kelahiran Indonesia.

Tak ada salahnya memang mengadakan kegiatan formal maupun informal kalau bertujuan untuk membanggakan akan negara tercinta. Namun yang jadi pertanyaan adalah makna dari rentetan seabrek kegiatan tersebut, apakah tak ada kelanjutan dari sebuah seremonial wajib itu? Atau apakah hanya sekedar menunjukkan bahwa negara Indonesia masih exist dan masih berkuasa (di negeri sendiri)?.

Menjadi sebuah negara maju dan besar impian semua negara dan warga tentunya, yang berada dalam lingkup negara. Tak terjadi begitu saja. Ada tingkatan yang harus dijalani untuk menuju sebuah impian itu. Semua berawal dari hal-hal yang kecil. Apabila terbiasa membiasakan sesuatu yang kecil, maka tak berat untuk melakukan pekerjaan yang besar. Sedikit demi sedikit nanti jadi bukit.


Kesadaran akan nasionalis merupakan salah satu faktor menjadikan berkembangnya sebuah negara. Mengapa? Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya rasa memiliki sebuah bangsa menjadikan rasa peresatuan dan kesatuan terjalin dengan solid. Sepak bola misalnya, kalau hanya mengandalkan tumpuan perjuangan dari seorang pemain saja, jangan berharap akan menjadi sebuah tim yang akan menjadi jawara. Namun apabila semua pemain berusaha dan bersatu dengan kinerja yang telah sesuai, berusaha untuk memperoleh sebuah rasa memiliki akan arti sebuah tim, maka setiap individu pemain akan berupaya sekuat tenaga agar timnya menjadi tim besar yang di segani oleh lawan-lawannya.

Dulu, Israel hanyalah sebuah komunitas yang keberadaanya sering dianggap remeh oleh sejumlah kalangan bahkan mereka sering dilecehkan oleh golongan kelompok besar. Yahudi Israel dianggap sebagai kaum yang tak seharusnya dilahirkan ke dunia.

Bumi tetap berputar pada porosnya, tak salah sedikitpun. Namun perputaran kekuasaan berganti. Kaum Israel yang dulu sering menjadi budak-budak tak berguna, kaum yang tak punya tanah sendiri, bahkan tak punya kekuasaan pada sebuah negara, sekarang menjadi penguasa dunia dalam segala bidang. Semua lini kehidupan dunia berada dalam kendali mereka. Israel dulu yang diremehkan, sekarang keberadaan mereka menjadi perhitungan oleh negara-negara sekitarnya, bahkan negara seluruh dunia.

Perjuangan kaum Israel untuk mendirikan sebuah negara dan ingin menjadi penguasa dunia membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, bukan bermimpi dalam waktu sekejap, akan tetapi mereka berjuang sekuat tenaga agar mereka berada di posisi atas dalam kekuasaan. Dengan rasa nasionalis, mereka dengan semangat dan penuh keyakinan bahwa impiannya akan menuai keberhasilan di kemudian hari.

Ya, mereka berawal dari rasa persatuan dan kesatuan, rasa persaudaraan antar kaum, kekompakan dengan yang lainnya dan tentunya rasa memiliki bersama akan sebuah nama Israel menjadikan mereka perlahan-lahan sebuah negara yang harus di akui keberadaannya saat ini, karena hampir aspek ekonomi dunia berada dalam kekuasaan mereka.
(Terlepas dari tindakan negara Israel yang merebut paksa tanah Palestina dan mengklaim bahwa itu tanah yang dijanjikan untuk mereka. Jelas mereka yang salah dalam hal ini. Tapi, saya mengambil salah satu sisi apa yang baik dari mereka. Yakni, mereka bangga dengan negara mereka, Israel).

Lalu bagaimana dengan kita? Dengan negara yang besar ini? Negara yang dulu pernah dijuluki macan asia, apakah akan turun "jabatan" menjadi semut asia? Pastinya tak satupun warga negara Indonesia mau menjadi pecundang.

Menumbuhkan semangat patriot nasioanalis adalah penting dalam kehidupan sehari-hari demi tercapainya sebuah negara besar dan maju. Memulai dari hal-hal kecil merupakan gejala awal akan tumbuhnya rasa kesadaran bernegara. Misalnya ketika mengikuti upacara kemerdekaan, kita benar-benar menghayati akan makna dari kemerdekaan. Selain itu bangga dengan produk Indonesia, cinta dengan bahasa Indonesia, dll, merupakan salah satu hal-hal kecil yang bisa kita mulai dari sekarang.

Rasa memiliki kebersamaan atas sebuah negara juga merupakan unsur yang menjadikan kita bisa berubah menjadi negarawan sejati. Dengan demikian, ketika sudah tumbuh akan pentingnya kebersamaan sebuah negara, maka merasa berdosa apabila kita melakukan hal-hal yang membuat negara kita tercoreng.

Apalah artinya kegiatan seremonial kemerdekaan tahunan yang menjadi langganan wajib warga Indonesia jikalau hanya menjadikannya sebuah lelucon-lelucon bergaya nasionalis. Tak ada makna kalau kita hanya duduk diam setelah menghadiri dan turut meramaikan kegiatan wajib itu tanpa ada konskuensi jelas akan sebuah makna patriot, makna persatuan dan kesatuan, dan juga makna kebersamaan dalam bernegara. Takkan berhasil menjadi bangsa super power, jangan bermimpi.

Kembali kita gali arti proklamasi dan makna sebuah kemerdekaan agar negara kita menjadi sebuah negara merdeka sebenar-benarnya. Merdeka dari penjajahan dalam dan luar negeri, merdeka dari ideologi penjajah, merdeka dari kebodohan dan merdeka dari belenggu kesengsaraan yang saat ini masih berada dalam lingkungan sekitar kita. Tak ada kata terlambat untuk memulai langkah maju. Dengan landasan rasa kebersamaan kita jadikan bangsa ini menjadi sebuah bangsa besar dan dengan bersama pula kita yakin suatu saat impian itu akan menjadi kenyataan. Siapa lagi kalau bukan kita yang mengawalinya agar anak cucu kita nanti dengan bangganya tanpa rasa malu menyebut negara Indonesia sebagai negaraku.

"Sebelum malam mengucap selamat malam / sebelum tidur mengucapkan selamat datang / aku mengucap kepada hidup yang jelata / M E R D E K A !"


[+/-] Selengkapnya...

Keblabasan pers??...kita bisa merubahnya


Akhir januari lalu, hampir seluruh media cetak dan elektronik, berlomba-lomba menyajikan berita tentang kondisi Bapak Soeharto (Alm). Pikiran saya, mungkin seluruh wartawan Indonesia berkumpul di Jakarta hanya untuk meliput berita yang hanya itu-itu saja. Mungkin, yang lebih parah lagi, ada wartawan yang meliput dan wartawan lain hanya duduk saja. Masalah berita, nanti tinggal nyomot dari orang lain. Toh, isinya bisa di pastikan sama. Seputar kondisi beliau, siapa yang bertamu, menanti pernyataan dokter, dll.

Kejadian serupa terulang kembali. Media cetak maupun eletronik, meluncur ke sebuah desa yang terletak di kabupaten Jombang. Mereka ingin meliput kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Verry Idam Henyanysah alias Ryan. Dengan susah payah, para wartawan membawa banyak peralatan, demi mengejar sebuah berita pembunuhan. Aneh, pembunuh koq seperti selebritis. Jangan-jangan, orang melakukan pembunuhan atau kriminal lain kepingin terkenal. Huh….!!!

Demokrasi tak bisa lepas dari peranan pers atau media. Tujuan dari adanya pers, salah satunya adalah untuk mengontrol laju jalannya sebuah pemerintahan. Kalau keblablasan misalnya, beritanya bisa diobral seluruh media sekaligus mengingatkan pemerintah


Selain mengontrol pemerintahan, pers juga merupakan sebuah bentuk kebebasan dari sistem demokrasi. Mengutip dari perkataan Amartya Sen “Tidak pernah ada kelaparan di negara yang memiliki pemerintah demokratis dan kebebasan pers”.
Namun yang perlu diperhatikan adalah, siapa yang akan mengontrol kebebasan pers?

Saat ini, segala bentuk berita disajikan kepada pembaca. Mereka, para wartawan, tak memandang apakah yang mereka sajikan berkualitas atau tidak. Yang penting bagi mereka, kerja, selesai, dapat bayaran, beres.

Jelas, yang jadi korban dari kebebasan mereka dalam menyajikan berita adalah rakyat atau pembaca. Coba kita tengok, masyarakat Indonesia sangat percaya hal-hal yang berbau mistis. Ulah siapa itu? Media, karena sering menampilkan film-film mistis.

Ada sebagian masyarakat Indonesia yang tak bangga dengan negaranya sendiri. Apa penyebabnya? Media terlalu sering menyajikan kejadian-kejadian yang buruk tentang Indonesia. Lagi-lagi ini ulah media.

Narkoba, rokok, preman, yang menurut sebagian orang “nominasi” contoh orang gaul dan keren. Nominasi ini berasal dari media.

Kenapa media-media sedikit sekali menyajikan pendidikan misalnya, apalagi baru-baru ini para pendekar muda Indonesia berhasil menyabet juara dalam olimpiade sains. Atau kenapa tidak sering menampilkan keindahan masyarakat yang hidup damai dengan suku lain. Ini saya kira sangat berkualitas dari pada menampilkan berita-berita yang mengedepankan gaya, otot, atau yang lain.

Saya mengambil contoh dari Negara saat ini saya tinggal. Maaf, bukannya saya terlalu bangga dengan Mesir dan meremehkan Negara saya sendiri, tapi bagi saya, siapa dan apapun kalau itu baik bagi kita, kenapa kita malu untuk menirunya. “Pandanglah apa (makna) yang diucapkan, jangan melihat siapa yang mengucapkan”, kira-kira begitu kata mutiara yang sering kita dengar.

Di Mesir, jarang sekali saya melihat tayangan TV yang menampilkan film-film berbau mistis. Media cetak juga begitu, hampir tak ada kolom yang isinya mistis. Hasilnya? Jalan malam-malam tak ada perasaan takut dikejar hantu atu sejenisnya.

Satu contoh yang membuat saya masih terheran-heran saat ini, adalah hal-hal yang berbau ghoib, santet misalnya. Di Indonesia, kalau ada penyakit yang tak kunjung sembuh atau penyakit yang aneh, orang-orang mengira pasti dia kena santet atau ilmu hitam. Kalau di Mesir, tak pernah saya mendengar kata-kata santet atau semacamnya. Padahal, kalau kita tengok sejarah perjalanan Nabi Musa melawan Fir’aun, ada sejarah yang menceritakan bahwa Nabi Musa pernah ditantang untuk melawan penyihir pengikut Fir’aun.

Saya yakin, di setiap Negara ada hal-hal yang berbau mistis atau ghoib, tak luput juga Mesir. Tapi, yang menjadi berita itu menjadi besar bukan berasal dari masyarakat atau pemerintahannya, peranan media mempunyai andil kuat ketimbang yang lain. Kalau setiap hari disuguhi berita-berita mistis atau kriminal, maka tak heran kalau masyarakatnya mengagung-agungkan mistis dan bangga dengan kriminal.

Tak bisa dipungkiri, bahwa sajian-sajian media mengikuti pangsa pasar. Kalau konsumennya suka dengan yang A misalnya, maka tiap hari beritanya itu-itu saja. Artinya, bahwa kita juga turut andil dalam pembuatan sajian berita.

Mengulang pertanyaan pada paragraph ke empat, bahwa siapa yang mengontrol kebebasan pers? Jawabannya adalah kita. Iya, kita bisa menjadi pengawas sekaligus membawa pers menuju langkah lebih baik.

Kasus pembunuhan oleh Ryan misalnya. Seandainya saja kita tak terlalu getol mengikuti perkembangannya, maka paling dalam hitungan satu atau dua hari, beritanya itu akan tamat. Tetapi kalau kita semangat mengikuti beritanya, bahkan sampai datang ke TKP hanya untuk melihat pembongkaran korban, jangan harap beritanya akan berhenti. Sampai kita bosen pun, kalau masih ada saja orang yang suka beritanya, akan tetap ada.

Tapi alangkah lebih baik, kalau terjadi kerja sama antara produsen dan konsumen. Antara pers dan masyarakat. Hal ini lebih cepat dari pada hanya salah satu yang harus bekerja.

Namun apa dan bagaimanapun yang terjadi, kita bisa merubahnya menjadi lebih baik.


[+/-] Selengkapnya...

teruskan perjalanan...semangat...!


Capek. Hampir tak terurus. Keliling yang kadang tak tentu arah, tapi juga terkadang mengandung hikmah.

Iya, kira-kira selama dua mingguan jarang di rumah. Selama itu juga, blog ini tak terurus. Ada saja aktifitas yang harus dilakukan. Namun ada juga aktifitas tak penting, mendadak begitu saja berubah menjadi hal yang penting, walaupun sepertinya dipaksakan.

Kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan awal, sudah hampir melewati separuh “perjalanan”. Hemm…separuh “perjalanan” ya??? Belum begitu menyakinkan, apakah bisa di sebut separuh “perjalanan”, karena terlalu banyak hal yang selalu merecoki dari awal hingga sekarang.


Ah…tak begitu penting dengan sebutan tengah “perjalanan” atau awal “perjalanan”. Hanya saja saya berharap, “perjalanan” ini akan terus berlanjut tanpa batas. Terus, Istiqomah. Banyak orang bijak berkata, bahwa sesuatu yang dilakukan dengan terus menerus, istiqomah, hasilnya tak akan mengecewakan. Tuhan itu adil, kata mereka.

Sekarang, saya sudah bisa kembali menemui teman-teman maya. Sambil melanjutkan “perjalanan” tadi, sebisa mungkin saya juga melanjutkan perjalanan maya. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Saya memimpikan bukan hanya dua atau tiga pulau yang terlampaui, tapi dua puluh tiga (23) pulau yang harus saya rengkuh.
Semoga.

[+/-] Selengkapnya...

Meng-internasionalkan bahasa Indonesia


Kata orang pinter, zaman sekarang kalau tidak bisa bahasa Inggris, bisa ketinggalan informasi.Lain lagi kata anak-anak muda, orang tak bisa bahasa Inggris, bukan orang gaul, katrok.

Iya, bahasa Inggris dari dulu (?) sampai sekarang adalah bahasa internasional. Orang pergi ke negara mana pun, kalau menguasai bahasa Inggris, tak akan kesulitan. Sebab, hampir setiap negara mewajibkan salah satu kurikulum pendidikan formalnya memasukkan bahasa Inggris menjadi pelajaran wajib. Bahkan, di Indonesia, bahasa Inggris merupakan salah satu pelajaran yang menentukan lolos tidaknya siswa dalam Ujian Nasional.

Tak menjadi masalah, jikalau belajar bahasa Inggris niatnya untuk meng-internasional-kan diri. Sepakat dengan kata orang pinter, bahwa jika tak bisa bahasa Inggris jangan berharap untuk bisa melaju ke jenjang internasional, minimal akan menemui kesulitan. Singkatnya, orang zaman sekarang dituntut untuk bisa berbahasa Inggris. Wajib hukumnya.

Namun yang memprihatinkan adalah ketika bahasa Inggris menjadi ajang gengsi-gengsian. Mereka merasa lebih wahh ketika ngobrol dengan bahasa Inggris meski hanya sepotong-potong, walaupun nggak jelas apa konteksnya. Penyebabnya adalah terletak pada kemajuan teknologi, khususnya pertelivisian dan media massa yang seringkali menggunakan dan mencampur adukkan bahasa asing dengan bahasa Indonesia. Lalu, bagaimana dengan nasib bahasa Indonesia untuk menjadi salah satu bahasa internasional? Apakah bisa?.

Di Mesir, saat ini saya tinggal, hampir masyarakatnya jarang menggunakan bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan orang asing. Kalaupun ada itu pun hanya anak-anak kecil yang iseng menanyakan nama atau kabar. Teringat, ketika saya berlibur ke Bali beberapa tahun silam, melihat begitu banyaknya orang asing, naluri untuk berbicara bahasa asing (Inggris) keluar, walaupun saya belum begitu lancar bahasa Inggris. Tapi dengan sikap yang gagah, saya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa inilah saya, orang Indonesia bisa bahasa anda.

Tapi saya terkejut ketika berada di Mesir, kenapa masyarakatnya tidak punya naluri untuk berbicara bahasa Inggris kepada saya? Walaupun sekedar menyapa saja, mereka tetap bangga menggunakan bahasa asli mereka, ahlan, zaiyyak, akhbarok eih dll. Seolah-olah mereka ingin mengatakan kepada saya bahwa "anda harus belajar bahasa saya (Mesir) bukan saya (Mesir) yang belajar bahasa anda".

Bagi saya, apa yang masyarakat Mesir lakukan, merupakan langkah awal untuk menjadikan bahasa mereka bahasa internasional. Mereka bangga dengan bahasanya sendiri. Mereka senang bahasa mereka bisa menyebar di berbagai negara. Bahkan teman Mesir pernah berkata, bahwa hampir seluruh masyarakat di jazirah arab mengerti bahasa Mesir, walaupun tak begitu menguasai seluruhnya.

Ada beberapa hal yang menjadikan sebuah bahasa menjadi bahasa internasional. Dominasi kekuasaan politik dan ekonomi, penyebaran geografis, jumlah pemakai, dll.

Bahasa Inggris diakui menjadi bahasa internasional, karena negara tersebut pernah menguasai hampir dua pertiga wilayah di bumi ini. Setiap negara yang pernah "dicicipi kekuasaan" Inggris, kebanyakan memasukkan bahasa Inggris menjadi bahasa resmi mereka. Belum lagi jumlah populasi negara tersebut. Maka tak heran, bahasa Inggris menjadi bahasa internasional.

Salah satu bahasa yang sekarang populer, yakni bahasa China. Selain jumlah pemakai bahasa tersebut banyak, karena banyaknya jumlah penduduk China, faktor lain yang menjadikan bahasa China populer adalah dominasi kekuasaan mereka pada politik dan ekonomi. Hampir sendi ekonomi dunia, China ikut andil di dalamnya.

Lalu nasib bahasa Indonesia bagaimana?
Indonesia bukan negara penjajah, jadi tak ada negara yang memasukkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi mereka.

Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa. Ini masuk salah satu unsur bahasa internasional, yakni jumlah pemakai. Tapi yang "mengecewakan", tidak semua masyarakat Indonesia mengerti akan bahasa resmi negaranya. Apalagi mereka yang tinggal di pelosok-pelosok, atau mereka yang berdiam diri di pedalaman, belum tentu mereka bisa bahasa Indonesia. Saya sendiri tertawa mendengar ini

Dari beberapa tiga hal yang saya sebutkan tadi (dominasi kekuasaan politik, penyebaran geografis, jumlah pemakai), Indonesia hampir tidak termasuk "nominasi". Pupus? Tidak.

Sepatutnya kita mencontoh apa yang telah dilakukan oleh rakyat Mesir. Mereka bangga dengan bahasanya sendiri. Kepada orang asing, mereka tetap bangga memakai bahasa pribumi. Tak ada kata malu walaupun tidak diimbuhi dengan bahasa Inggris. Nasionalisme mereka begitu tinggi, tak heran mengapa Mesir menjadi negara yang di segani di Timur Tengah.

Untuk meng-internasional-kan bahasa Indonesia, tak harus mengikuti jejak Inggris yang menjajah negara lain. Kesadaran akan kebanggaan dengan negara sendiri, kebanggaan dengan bahasa Indonesia, merupakan langkah awal menuju tingkat lebih tinggi. Bagaimana mau beranjak, kita sendiri tidak bangga dengan keberadaan kita, tapi jangan membuang begitu saja bahasa-bahasa asing lain, hal tersebut penting bagi kita agar tidak ketinggalan informasi, bukan untuk gaul-gaulan.

Awalilah dari sekarang. Bangga dengan Indonesia, bangga dengan bahasa Indonesia.

[+/-] Selengkapnya...

Dzikir bergeleng


Ketika saya masih di Indonesia, seringkali (tepatnya pernah) saya mengikuti istighosah, atau dzikiran. Saya perkirakan ada sekitar ratusan orang yang mengikuti ritual tersebut. Dari kalangan anak kecil, muda, sampai kakek nenek ada. Mereka khusyuk dan "patuh" mengikuti sang "pemimpin" yang berada di barisan depan, barisan sendiri. Apa yang "beliau" ucapkan, ditirukan oleh orang-orang di belakangnya. Apa yang "beliau" gerakan, mereka juga ikut gerak. Saya mikir, seandainya rakyat Indonesia seperti mereka-mereka, baik apa jelek ya? Hmmm....Silahkan jawab sendiri.

Ada keanehan dan kejanggalan sendiri bagi saya dalam ritual-ritual itu. Kenapa mereka selalu menggerakkan kepala sewaktu melafalkan atau mengucapkan dzikir tersebut? Kalimat tahlil "لااله الا الله" misalnya, saya perhatikan, selalu saja ada gerakan kepala, geleng-geleng lah enaknya, nyomot dari lagunya Project pop. Apa itu merupakan gerakan wajib? atau hanya sebatas seni saja?.

Bukannya saya ngeledek mereka, tapi sewaktu melihat mereka melakukan hal seperti itu, lucu. Iya, lelucon yang tak membuat saya tertawa. Tak sopan kalau saya menertawai tingkah mereka. Wallahi inta mafish adab ya 'am, kira-kira begitu. Lha orang geleng-geleng berdzikir, koq malah diketawai, malah saya yang dianggap gila nanti sama mereka.

Lambat laun saya menyadari, bahwa apa yang saya bual dan yang saya anggap lelucon itu jauh lebih bermanfaat dari pada apa yang saya lakukan selama ini. Sungguh bodoh diri ini. Kenapa tidak dari dulu saja saya tahu akan hal ini.

Beberapa hari yang lalu, saya browsing youtube, nonton salah satu acara di stasiun TV, Trans 7. BCG, Belum Cukup Gede, itu acaranya yang dipandu oleh Ruben dan Adul. Kebetulan waktu itu temanya adalah "Di goyang abang senang". Sepintas memang temanya lumayan hot, tapi memang acara ini untuk kalangan dewasa, 17 tahun ke atas kalau jaman dulu bilangnya. Yang menjadi topik pembicaraan waktu itu adalah goyangan dangdut, bintang tamunya juga dari pedangdut.

Nah, pada segmen berapa saya lupa, sang bintang tamu disuruh untuk menyanyi, tapi gak pakai joget. Menyanyi dangdut tanpa joget. Hmmmmmm...Saya membayangkannya.

Jangankan bintang tamu, saya saja yang mendengarnya merasa ada yang kurang, ada salah satu "ritual" yang hilang. Yup, joget. Ternyata bagi saya, nyanyi dangdut gak pakai joget, musy kuwais awy. Gak enak blas rek....

Pasti sering kita mendengarkan musik-musik, entah itu pop, dangdut, jazz, rock atau yang lainnya. Coba perhatikan kaki atau salah satu anggota badan kita ketika lagunya diputar, pasti ada gerakan refleksi menyesuaikan lagu. Itu sengaja atau tidak ya? Lazim inta 'aarif igaabah di, el igabah minnak.

Kembali tentang geleng-gelengnya orang berdzikir.
Orang nyanyi dangdut saja harus pakai goyang. Orang dengerin musik, salah satu anggota badan ikut bergoyang. Lha ini padahal hanya lagu saja, ritual keduniawiaan. Apalagi ritual yang berhubungan dengan Tuhan.

Mereka, para ahli dzikir, pasti juga merasakan kenikmatan berdzikirnya. Merasakan keindahan ketika mengingat Allah. Menikmati lezatnya iman, masya allah.

انما المؤمنون اللذين اذا ذكر الله وجلت قلوبهم واذا تليت عليهم ءايته زادتهم ايمانا وعلي ربهم يتوكلون
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (surah Al Anfaal: 2).

Ah, mereka sudah merasakan bagaimana kenikmatan menyebut nama Allah. Sedangkan saya masih begitu terlena dengan nikmatnya musik-musik dunia.
انما الحياة الدنيا لعب ولهو
Sudah jelas sekali kan? dunia ini hanyalah sebuah permainan. Namanya juga permainan, pasti ada peluit untuk mengakhiri permainannya. Ada garis finish. Artinya, dunia ini semu.

Baru menyadari akan indahnya berdzikir
الا بذكر الله تطمئن القلوب
Dengan berdzikir, mengingat Allah, hati merasa tenang.
Semoga saya bisa mengikuti jejak-jejak mereka yang sudah merasakan kenikmatan berdzikir, mengingat Yang punya diri ini. Termasuk anda juga.

[+/-] Selengkapnya...

Parpol baru=bisnis?


Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa hari yang lalu telah mengumumkan nama-nama partai peserta pemilu tahun 2009. Bahkan selang dua hari berikutnya, KPU mengadakan rapat pleno terbuka dalam rangka pengambilan dan penetapan nomor urut partai poltik peserta pemilu tahun 2009. Berikut nama-nama partai politik peserta pemilu tahun 2009 sesuai dengan nomor urut ;

1. Partai Hati Nurani Rakyat
2. Partai Karya Peduli Bangsa
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
4. Partai Peduli Rakyat Nasional
5. Partai Gerakan Indonesia Raya
6. Partai Barisan Nasional
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Amanat Nasional
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah
13. Partai Kebangkitan Bangsa
14. Partai Pemuda Indonesia
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
16. Partai Demokrasi Pembaruan
17. Partai Karya Perjuangan
18. Partai Matahari Bangsa
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republik Nusantara
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya
24. Partai Persatuan Pembangunan
25. Partai Damai Sejahtera
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia
27. Partai Bulan Bintang
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
29. Partai Bintang Reformasi
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia
33. Partai Indonesia Sejahtera
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama.

Menilik kembali pada pemilu tahun 2004, jumlah partai politik peserta pemilu pada tahun tersebut "hanya" 24 Parpol. Namun, pada pesta demokrasi kali ini, jumlah Parpol meningkat di banding tahun sebelumnya. Ini menjadi pertanyaan, mengapa pertumbuhan Parpol sangat subur?, Ini belum termasuk jumlah Parpol yang tak lolos verifikasi sebelumnya. Beruntung sekali yang lolos "hanya" 34 Parpol, coba kalau lolos semua, berabe jadinya. Lha wong 34 ini sudah sangat sulit untuk mengingatnya.

Kembali ke pertanyaan, mengapa pertumbuhan Parpol sedemikian cepatnya?, Padahal demokrasi baru berjalan sekitar 10 tahun-an yang di awali dengan gerakan "revolusi" mahasiswa, tepatnya tahun 1998. Apakah Parpol-parpol yang baru adalah bentuk ketidak puasan terhadap Parpol-parpol lama? Bisa jadi begitu, atau mungkin mereka hanya ingin meramaikan demokrasi, melengkapi sebuah nama demokrasi dengan kebebasan, lalu akhirnya mereka mendirikan Parpol, bisa jadi juga begitu.

Apapun alasan yang ada, satu alasan yang membuat saya miris, mungkin anda juga muak mendengarnya. Yakni mendirikan Parpol sebagai ladang kekuasaan, ujung-ujungnya adalah bisnis (uang).

Mendirikan Parpol memang butuh biaya yang tak sedikit. Saya tidak percaya 100% ketika ada orang yang mengatakan tak mengeluarkan sepeser pun untuk mendirikan Parpol, saya berani jamin, dia bohong. Coba bayangkan, untuk menjadi seorang Bupati saja, dia menghabiskan miliyaran rupiah, itu belum uang yang masuk ke kantong orang lain dan uang siluman lainnya. Itu hanya seorang Bupati, masih "lokal" daerah. Bandingkan dengan Parpol yang sudah naik tingkat Nasional. Mustahil bukan?

Nah, mereka (para mpu pendiri partai) berusaha sekuat tenaga agar modal mendirikan partai bagaimana supaya kembali dan tentunya tak hanya modal saja yang kembali, namun mereka mengeruk keuntungan sepuas-puasnya. Yup, harus ada keuntungan. Siapa yang mau rugi? Saya yakin tak akan ada yang mau menjadi orang yang merugi.

Misi awal mereka adalah meraih kekuasaan. Namun, siapa yang tak tahu bahwa dengan kekuasaan, segala sesuatu dapat diraih dengan mudah, apalagi uang. Dengan satu telunjuk pun, uang akan mengalir.

Bukannya saya suudhon terhadap mereka, namun siapa sich pada zaman sekarang yang mudah percaya dengan kata-kata gombal? Apakah tidak lebih baik menyalurkan aspirasinya kepada Parpol-parpol yang sudah ada. Alasan yang mengatakan tidak satu ideologi dengan Parpol merupakan alasan klasik, mudah menjawabnya.

Bagi saya, menyalurkan aspirasi kepada Parpol yang sudah ada merupakan tindakan yang lebih baik dari pada membuat partai baru, yang ujung-ujungnya adalah gak jelas. Di samping membingungkan para pemilih, karena begitu banyaknya Parpol yang akan dipilih, hal lain adalah berhubungan dengan finansial. Apakah tidak sebaiknya saja uang itu berikan kepada orang yang membutuhkan. Atau yang lebih top lagi, jadikan uang itu menjadi lapangan pekerjaan bagi pengangguran. Lebih baik tho?.

Marilah kesampingkan ego kita. Jangan hanya demi nafsu saja, orang lain menjadi budak dan menjadi korban. Apalagi yang menjadi budak dan korban adalah sebangsa sendiri. Tindakan ini saya nilai sebagai tindakan hewan, bahkan melebihi hewan.

Semoga dari awal kampanye (di mulai kemarin, 12 Juli 2008) sampai hari pencoblosan, diikuti dengan suasana damai dan bersahabat. Alangkah indahnya persahabatan dan perdamaian. Damai itu indah.
Majulah Indonesia. Jayalah indonesia.

[+/-] Selengkapnya...

Falsafah Islam dan Unsur-Unsur Hellenisme

Neoplatonisme

Dari berbagai unsur pikiran Hellenik, Platonisme Baru (Neoplatonisme) adalah salah satu yang paling berpengaruh dalam sistem falsafah Islam. Neoplatonisme sendiri merupakan falsafah kaum musyrik (pagans), dan rekonsiliasinya dengan suatu agama wahyu menimbulkan masalah besar. Tapi sebagai ajaran yang berpangkal pada pemikiran Plotinus (205-270 M), sebetulnya Neoplatonisme mengandung unsur yang memberi kesan tentang ajaran Tauhid. Sebab Plotinus yang diperkirakan sebagai orang Mesir hulu yang mengalami Hellenisasi di kota Iskandaria itu mengajarkan konsep tentang "yang Esa" sebagai prinsip tertinggi atau sumber penyebab. Lebih dari itu, Plotinus dapat disebut sebagai seorang mistikus, tidak dalam arti "irrasionalis", tetapi dalam artinya yang terbatas kepada seseorang yang mempercayai dirinya telah mengalami penyatuan dengan Tuhan atau "Kenyataan Mutlak."- Untuk memahami sedikit lebih lanjut ajaran Plotinus kita perlu memperhatikan beberapa unsur dalam ajaran-ajaran Plato, Aristoteles, Pythagoras (baru) dan kaum Stoic.

Plato membagi kenyataan kepada yang bersifat "akali" dan yang bersifat "inderawi", dengan pengertian bahwa yang akali itulah yang sebenarnya ada, jadi juga yang abadi dan tak berubah. Termasuk diantara yang akali itu ialah konsep tentang "Yang Baik", yang berada di atas semuanya dan disebut sebagai berada di luar yang ada. "Yang Baik" ini kemudian diidentifikasi sebagai "Yang Esa", yang tak terjangkau dan tak mungkin diketahui.

Selanjutnya, mengenai wujud inderawi, Plato menyebutkannya sebagai hasil kerja suatu "seniman ilahi"


yang menggunakan wujud kosmos yang akali sebagai model karyanya. Disamping membentuk dunia fisik, juga membentuk jiwa kosmis dan jiwa atau ruh individu yang tidak akan mati. Jiwa kosmis dan jiwa individu yang immaterial dan substansial itu merupakan letak hakikatnya yang bersifat ada sejak semula dan akan ada untuk selamanya, yang semuanya tunduk kepada hukum reinkarnasi.

Dari Aristoteles, unsur terpenting yang diambil Plotinus ialah doktrin tentang Akal yang lebih tinggi daripada semua jiwa. Aristoteles mengisyaratkan bahwa hanya Akal-lah yang tidak bakal mati, sedangkan wujud lainnya hanyalah "bentuk" luar, sehingga tidak mungkin mempunyai eksistensi terpisah. Aristoteles juga menerangkan bahwa "dewa tertinggi" ialah Akal yang selalu merenung dan berpikir tentang dirinya. Kegiatan kognitif Akal itu berbeda dari kegiatan inderawi, karena obyeknya, yaitu wujud akali yang immaterial, adalah identik dengan tindakan Akal untuk menjangkau wujud itu.

Dualisme Plato di atas kemudian diusahakan penyatuannya oleh para penganut Pythagoras (baru), dan dirubahnya menjadi monisme dan berpuncak pada konsep tentang adanya Yang Esa dan serba maha (transenden). Ini melengkapi ajaran kaum Stoic yang di samping materialistik tapi juga immanenistik, yang mengajarkan tentang kemahaberadaan Tuhan dalam alam raya.

Kesemua unsur tersebut digabung dan diserasikan oleh Plotinus, dan menuntunnya kepada ajaran tentang tiga hypostase atau prinsip di atas materi, yaitu Yang Esa atau Yang Baik, Akal atau Intelek, dan Jiwa.

Aristotelianisme


Telah dinyatakan bahwa Neoplatonisme cukup banyak mempengaruhi falsafah Islam. Tetapi sebenarnya Neoplatonisme yang sampai ke tangan orang-orang Muslim, berbeda dengan yang sampai ke Eropa sebelumnya, yang telah tercampur dengan unsur-unsur kuat Aristotelianisme. Bahkan sebetulnya para filusuf Muslim justru memandang Aristoteles sebagai guru pertama, yang menunjukkan rasa hormat mereka yang amat besar, dan dengan begitu juga pengaruh Aristoteles kepada jalan pikiran para failasuf Muslim yang menonjol dalam falsafah Islam.

Neoplatonisme sendiri, sebagai gerakan, telah berhenti semenjak jatuhnya Iskandaria di tangan orang-orang Arab Muslim pada tahun 642. Sebab sejak itu yang ada secara dominan ialah falsafah Islam, yang daerah pengaruhnya meliputi hampir seluruh bekas daerah Hellenisme.

Tetapi sebelum gerakan Neoplatonis itu mandeg, ia harus terlebih dahulu bergulat dan berhadapan dengan agama Kristen. Dan interaksinya dengan agama Kristen itu tidak mudah, dengan ciri pertentangan yang cukup nyata. Salah seorang tokohnya yang harus disebut di sini ialah pendeta Nestorius, patriark Konstantinopel, yang karena menganut Neoplatonisme dan melawan ajaran gereja terpaksa lari ke Syria dan akhirnya ke Jundisapur di Persia.

Sebenarnya Neoplatonisme sebagai filsafat musyrik memang mendapat perlakuan yang berbeda-beda dari kalangan agama. Orang-orang Kristen zaman itu, dengan doktrin Trinitasnya, tidak mungkin luput dari memperhatikan betapa tiga hypostase Plotinus tidak sejalan, atau bertentangan dengan Trinitas Kristen. Polemik-polemik yang terjadi tentu telah mendapatkan jalannya ke penulisan. Maka orang-orang Muslim, melalui tulisan-tulisan dalam bahasa Suryani yang disalin ke Bahasa Arab, mewarisi versi neoplatonisme yang berbeda, yaitu Neo-platonisme dengan unsur kuat Aristotelianisme. Mengutip kitab al-Fihrist oleh Ibn al-Nadim,

"Versi Arab tentang datangnya karya-karya Aristoteles di dunia Islam ada kaitannya dengan diketemukannya naskah-naskah di suatu rumah kosong. Seandainya benarpun, kisah itu menghilangkan dua rinci penting yang bisa melengkapi jalan cerita: pertama, naskah-naskah itu pastilah tidak tertulis dalam Bahasa Arab; kedua, orang-orang Arab itu tidak hanya menemukan Aristoteles tetapi seluruh rangkaian para penafsir juga".

Ini berarti bahwa pikiran-pikiran Aristoteles yang sampai ke tangan orang-orang Muslim sudah tidak "asli" lagi, melainkan telah tercampur dengan tafsiran-tafsirannya. Karena itu, meskipun orang-orang Muslim sedemikian tinggi menghormati Aristoteles dan menamakannya "guru pertama", namun yang mereka ambil dari dia bukan hanya pikiran-pikiran dia sendiri saja, melainkan justru kebanyakan adalah pikiran, pemahaman, dan tafsiran orang lain terhadap ajaran Aristoteles. Singkatnya, memang bukan Aristoteles sendiri yang berpengaruh besar kepada falsafah dalam Islam, tetapi Aristotelianisme. Apalagi jika diingat bahwa orang-orang Muslim menerima pikiran Yunani itu lima ratus tahun setelah fase terakhir perkembangannya di Yunani sendiri, dan setelah dua ratus tahun pikiran itu digarap dan diolah oleh para pemikir Kristen Syria. Menurut Peters lebih lanjut, paham Kristen telah mencuci bersih tendensi "eksistensial" filsafat Yunani, sehingga ketika diwariskan kepada orang-orang Arab Muslim, filsafat itu menjadi lebih berorientasi pedagogik, bermetode skolastik, dan berkecenderungan logik dan metafisik. Khususnya logika Aristoteles sangat berpengaruh kepada pemikiran Islam melalui ilmu kalam. Karena banyak menggunakan penalaran logis menurut metodologi Aristoteles itu, maka ilmu kalam yang mulai tampak sekitar abad VIII dan menjadi menonjol pada abad IX itu disebut juga sebagai suatu versi teologi alamiah (natural theology, al-kalam al-thabi'i, sebagai bandingan al-kalam al-Qur'ani) di kalangan orang-orang Muslim.

[+/-] Selengkapnya...

Kisah eksklusif dan akhir sebuah perjalanan

Negara berkualitas adalah negara yang maju dalam hal taraf pendidikan, kenapa? Karena dalam berpendidikan kita mendapat suatu yang berharga yakni ilmu, meskipun dalam dunia non pendidikan terdapat ilmu, namun tak ada yang mengingkari bahwa dunia pendidikan adalah gudang ilmu yang harus kita kuras esensinya. Dengan ilmu kita dapat berjalan dalam kegelapan, hal ini sesuai dengan kata mutiara yang sering kita dengar ;

“أ لعلم نور”

Menyadari akan pentingnya pendidikan untuk menghadapi persaingan permainan zaman, pemerintah Indonesia sudah berupaya keras menelurkan peraturan-peraturan tentang pendidikan demi terciptanya pendidikan yang berkualitas agar tidak di pandang remeh oleh negara lain, baik peraturan yang keluar dari Diknas sebagai lembaga yang menangani pendidikan bersifat umum khususnya, maupun dari lembaga Depag yang berkompeten dalam masalah pendidikan agama.

Satu di antara keputusan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama adalah diputuskannya tentang penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Khusus


yang berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 73 tahun 1987. Program ini didirikan sebagai koreksi atas pendidikan Islam, terutama di bidang ilmu-ilmu agama, yang tidak dapat menghasilkan sarjana atau ulama yang memiliki kompetensi memadai. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sarjana Agama Islam yang tidak bisa membaca kitab kuning dan tidak menguasai bahasa Arab. Maka pada waktu itu, Munawir Sjadzali yang lahir di desa Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, pada 7 November 1925 sebagai Menteri Agama merasa pentingnya meningkatkan mutu pendidikan di Perguruan Tinggi Islam dengan menyiapkan calon in put yang berkualitas. Untuk itulah maka didirikan Madrasah Aliyah Program Khusus didesain untuk melahirkan lulusan yang disiapkan menjadi in put IAIN dan Perguruan Tinggi Islam lainnya.

Landasan hukum penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Khusus :

Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah RI No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
Keputusan Menag RI NO. 73 tahun 1987 tentang penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Khusus

Desain kurikulum Madrasah Aliyah Program Khusus terdiri dari 70 % ilmu-ilmu keislaman dan 30 % ilmu pengetahuan umum. Program ini didesain untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki integritas keislaman dan kemampuan ilmu-ilmu keislaman yang memadai guna melanjutkan ke Perguruan Tinggi Islam baik di dalam maupun di luar negeri.

Dengan struktur kurikulum demikian, konsekuensinya tamatan Madrasah Aliyah Program Khusus, tidak dapat masuk ke perguruan tinggi umum, tetapi mereka adalah bibit-bibit unggul bagi IAIN. Dengan proyek ini, harapan untuk mengembangkan ilmu-ilmu keislaman yang sejalan dengan tantangan modernitas melalui IAIN dengan cepat akan segera terwujud. Ide penyempurnaan SKB Tiga Menteri ini disetujui oleh Presiden Soeharto. Sehingga pada 1988 proyek MAPK dimulai dan untuk tahap pertama, dibuka di lima lokasi; Padang Panjang, Ciamis, Yogyakarta, Ujung Pandang, dan Jember. Selanjutnya, MAPK ditambah di lima kota lagi, yaitu di Banda Aceh, Lampung, Solo, Banjarmasin.

Tak mudah untuk masuk Madarasah Aliyah Program Khusus, ada seleksi dan audisi untuk menembus ke dalam gerbang sekolah tersebut., karena sesuai namanya yakni “Program Khusus”, maka ada program-program yang harus di hadapi oleh calon siswa dan siswa, di simpulkan ada tiga hal :

Pertama ; Sistem seleksi yang ketat dan memperyaratkan kemampuan kemampuan akademik tinggi ( nilai murni mata pelajaran agama minimal 7, nilai matematika dan bahasa Inggris minimal 6, dan diutamakan yang menduduki rangking 1 s/d 10 di kelas )

Kedua : Sistem pondok pesantren ( Islamic Boarding School ), di mana semua siswa harus tinggal di pondok/asrama di bawah pengawasan pembina selama 24 jam.

Ketiga : Bahasa Pengantar, di mana untuk semua mata pelajaran agama bahasa pengantar dalam Kegiatan Belajar Mengajar, buku pegangan dan referensi, serta tes evaluasi menggunakan bahasa Arab.

Dari awal, Almarhum Bapak Munawir Sjadzali opitهmis, bahwa program tersebut akan berhasil, terbukti dengan prestasi-prestasi yang diraih oleh mereka, tentunya dalam bidang agama. Namun dalam bidang umum, mereka jangan di anggap remeh, meskipun ahli dalam bidang agama, mereka juga ces pleng di ilmu umum, itu karena audisi yang diadakan sangat ketat, apalagi yang diambil dari mereka untuk menduduki kursi terhormat di sekolah Program Khusus adalah mereka yang menduduki ranking 1-10 di sekolah mereka, bisa di bayangkan, bagaimana seandainya orang-orang pintar berkumpul? Yang ada hanyalah belajar dan belajar. Bagi mereka rugi jikalau sehari tidak dapat ilmu, karena menurut mereka, ilmu adalah segalanya, bahkan mungkin ada yang berpikiran, bahwa orang berilmu akan di jadikan Tuhan oleh sebagian masyarakat. Gak percaya? Coba lihat saja para kiai-kiai yang di agung-agungkan oleh muridnya. Siapa yang g tertarik untuk menduduki posisi Tuhan.

Bibit unggul padi, jika tidak olah dengan baik, maka yang ada hanya tinggal nama saja, orang akan mengenang saja bahwa bibit tersebut pernah menjadi “artis” dalam habitatnya. Tak jauh nasibnya dengan Program Khusus andalan Almarhum Bapak Munawir Sjadzali. Orang hanya mengenal bahwa Madrasah Aliyah Program Khusus adalah sekolah unggulan, rumah favorit, singgasana para pelajar top, namun di balik itu semua terdapat “penampakan-penampakan” yang tak tampak oleh warga non Khusus.

Contoh real yang pernah di ungkapkan kepada saya (membuat saya sedikit gak percaya), bahwa para siswa yang telah di daulat oleh pemerintah untuk menjadi calon ulama plus, para siswa yang telah diberi kepercayaan oleh negara untuk menjadi abdi negara dan dibayar oleh negara, ternyata mereka menyalah gunakan hibah tersebut. Beliau mengungkapkan bahwa siswa Program Khusus ketika ujian, mereka sama seperti siswa yang mbeling, yakni MENYONTEK, sekali lagi MENYONTEK. Tak tanggung-tanggung, yang dibawa bukan hanya kertas contekan, melainkan buku pelajaran. Saya tidak bisa membayangkan kejadian ini kalau di ketahui oleh Menteri Agama. Salah siapakah itu? Para Pembina atau siswa?.

Mungkin itu hanya sekelumit kisah pahit Program Khusus, tapi saya yakin masih banyak keanehan-keanehan yang tak terpantau dari luar. Namun sejelek apapun tentang Madarasah Aliyah Program Khusus, orang tak langsung percaya, karena dalam otak masyarakat, mereka adalah calon ulama yang harus di hormati, tanpa harus di buka kejelekannya. Dampaknya? Jelas ada. Seorang kakak kelas saya pernah bercerita secara blak-blakan, bahwa beliau terlalu tersanjung oleh pujian-pujian orang lain tentang ketenaran Program Khusus, apalagi daerah beliau adalah daerah pertama dalam uji coba penyelenggaraan Program Khusus, begitu tersanjungnya beliau waktu itu, sampai-sampai terlena oleh sanjungan, yang akhirnya berbuntut pada kegagalan akademik, meskipun ada faktor lain dalam kegagalan tersebut, “namun sanjungan itu termasuk unsur kegagalan” tegas beliau.

Dalam masa-masa itu, Program Khusus berada dalam puncak kejayaan, orang tak kan lupa dengan nama tersebut, seperti masa kejayaan Islam dahulu yang sering gonta-ganti penguasa, dari Daulah Ummayah, Abbasiah, atau Fathimiyah, umat islam tak kan lupa dengan kehidupan dan kejayaan para pembesar Islam jaman dahulu. Khilafah tersebut diagung-agungkan dan selalu disebut di mana saja para muslimin berbicara tentang kejayaan. Padahal mereka tahu, bahwa sekarang mereka berada dalam jurang kemerosotan, jauh lebih merosot dan mereka juga tahu bahwa yang di butuhkan sekarang bukan hanya mengulang-ngulang cerita dulu. Kemarin adalah kenangan, sekarang tumpuan, esok adalah harapan.

Seiring waktu, terjadinya pergantian pejabat pusat dan daerah, berpengaruh pada program-program yang telah di tetapkan, dengan melihat kondisi tentunya. Begitu juga dengan Program Khusus bentukan dari Almarhum Bapak Munawir Sjadzali tak luput dari perubahan ketetapan pusat.

Dengan memperhatikan keputusan-keputusan pejabat pusat, khususnya dari Menteri Agama, bahwa Madrasah Aliyah Program Khusus diubah menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan, di bawah ini landasan hukum tentang perubahan tersebut :

Keputusan Menag No. 371 tahun 1993 tentang Madrasah Aliyah Keagamaan
Edaran Dirjen Bimbaga Islam No. E.IV/PP.00/A.2/445/94 tentang penataan Madrasah Aliyah.
Edaran Dirjen Bimbaga Islam No. E/PP.00.6/J/54/97 tentang penyelenggaraan MAK.

Namun yang berganti hanya nama saja, program-program yang dicanangkan oleh Almarhum Bapak Munawir Sjadzali masih tetap berlaku dan layak dipakai, dalam artian prosedur dan para staf di Program Khusus masih digunakan pada Madarasah Aliyah Keagamaan.

Kebiasaan lama para siswa Program Khusus turun menurun di tiru oleh siswa Madrasah Aliyah Keagamaan. Menyontek, bakar kasur, bahkan yang lebih miris lagi para siswa baru itu sudah berani menciptakan acara baru, yakni men-demo Pembina asrama agar keluar dari asrama, bener-bener parah. Siapa yang salah?. Namun mereka, para siswa baru tersebut masih tetap ces pleng, dan masih mengukir prestasi, mengharumkan nama sekolah mereka. Hebat mereka, nakal tapi pinter.

Lambat laun, audisi tidak diselenggarakan di Kantor Wilayah pusat, namun bisa diselenggarakan di sekolah tempat Madrasah Aliyah Keagamaan itu berdiri, dengan alasan memudahkan para calon siswa dan otonomi sekolah, namun sayang sekali, para pejabat tidak memperhatikan apakah perubahan kebijakan tersebut akan mengangkat derajat Madrasah Aliyah Keagamaan atau malah merosotkan kualitas para calon siswa? Lagi-lagi, kesalahan siapa?

Seperti kebanyakan lembaga-lembaga pendidikan, tepatnya pondok pesantren, bahwa sepeninggal pendiri dan pengasuh pertama, jikalau tidak bisa menjaga amanat dan tidak bisa memberi inovasi kreasi baru sesuai kondisi zaman, maka riwayat perjalanan lambat laun akan terkikis. Dan ternyata Program Khusus yang berubah menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan mengikuti kebiasaan buruk itu.

Semakin menjamurnya Madrasah Aliyah Keagamaan “kampungan” tanpa diikuti oleh skill kualitas siswa, dan juga tidak ada solusi kreatif dari staf pusat, daerah maupun para staf Pembina lokal, apalagi bidang keagamaan pada saat itu dan tentunya saat ini mendapat tatapan sinis dari pihak luar, diangap tidak bisa bersaing dengan lulusan lain yang menjadikan Madrasah Aliyah Keagamaan, baik yang “kota” maupun “kampungan” tak di minati oleh para siswa andalan, toh kalau itupun ada, karena siswa itu tak di terima oleh sekolah lain.

Pernah suatu malam diadakan dialog informal antara Pembina asrama, pengurus asrama, dan warga asrama membicarakan nasib sekolah mereka yang dianggap sekolah unggulan dan favorit pada zaman dulu. Apakah setuju sekolah kesayangan ini akan buyar? Tentu saja dalam forum ada perbedaan pendapat, pro dan kontra. Akan tetapi kebanyakan para warga dan tentunya pengurus juga berpendapat bahwa mereka tak tega melihat sekolah mereka akan hilang, singkatnya, mereka tak setuju Madrasah Aliyah Keagamaan buyar. Namun komentar saya berbeda dengan suara mayoritas yang mengatakan bahwa alangkah baiknya sekolah Madrasah Aliyah Keagamaan dibuyarkan, dengan alasan “sudah tak lazim dengan persaingan dan permaian zaman dan sekolah ini hanya tempat hura-hura, mirisnya tak diikuti oleh kualitas siswa, hal ini berbeda dengan zaman dahulu sewaktu sekolah ini mencapai masa keemasan, mereka nakal, mbeling, mungkin sama juga dengan kita hura-hura, tapi mereka mempunyai bakat yang bisa diandalkan dan sudah sangat banyak prestasi yang diperoleh. Jika sekolah ini dilanjutkan, maka jangan heran tahun mendatang akan lebih banyak preman-preman dengan gelar pendidikan, namun jikalau masih ingin tetap diteruskan, harus di tingkatkan lebih dalam bidang kualitas, kedisiplinan dan ketegasan”. Para Pembina senyum kecil mendengarkan keluhan seorang santrinya.

Seperti yang ungkapan di awal, jika mempunyai bibit unggul kita tidak pandai mengolahnya, maka hasilnya akan sia-sia, apalagi bibit yang tidak unggul, yang tak layak untuk di publikasikan. Namun apabila kita bisa dan pandai mengolah bibit tersebut, baik yang unggul ataupun tidak, maka hasilnya tidak mengecewakan.

Kekurangan dalam lembaga Program Khusus ataupun adiknya, Madrasah Aliyah Keagamaan, adalah tidak adanya pengolahan pendidikan, kedisiplinan, ketegasan dll. Prilaku menyontek misalnya adalah sang pelaku dikategorikan tidak mempunyai rasa disiplin dan tanggung jawab. Jikalau yang melakukan itu adalah orang yang memang tidak berkualitas dalam segala aspek, itu sudah biasa, karena dia tidak memikirkan masa depan cemerlang. Namun jikalau pelaku adalah orang yang berkualitas tinggi, maka yang perlu di pertanyakan adalah siapa dan dimana lingkungan dia tinggal?

Tak salah harus di tuliskan kata mutiara yang keluar dari Sang Utusan Tuhan, bahwa seseorang yang bergaul dengan penjual minyak, maka orang tersebut ketularan bau minyak. Artinya, bahwa pengaruh lingkungan sangat besar pada diri seseorang, apalagi tanpa tabir yang menghalangi, tidak mempunyai filter, sangat memungkinkan bahwa orang tersebut akan terbawa arus.

Sangat di sayangkan sekali, sekolah seperti Program Khusus ataupun yuniornya, Madrasah Aliyah Keagamaan harus wafat, padahal mereka adalah putra-putra terbaik daerah. Mereka berharap dengan melanjutkan jenjang pendidikan di sekolah pencetak ulama plus, akan benar-benar menjadi ulama plus, ulama multi guna, itu yang di harapkan oleh Almarhum Bapak Munawir Sjadzali. Memang, ada lulusan dari Program Khusus maupun Madrasah Aliyah Keagamaan telah menjadi manusia berharga, namun jika di bandingkan dengan teman almamaternya, sangat jauh sekali bandingannya, 3:10, kemenangan berada di tangan yang “belum” (jika tak mau di sebutkan dengan kata “tidak”).

Sebuah harapan untuk menciptakan sekolah pencetak kader ulama plus, atau manusia berharga sangat di nantikan, karena pada saat ini, negara Indonesia sangat miskin akan gelar itu, demi mengejar ketertinggalan kereta oleh negara-negara lain.

Terakhir, perbanyak anak-anak bangsa yang mampu bekerja keras untuk memperoleh atau memproduksi hasil kekayaan alam dengan menggunakan ilmu yang di perolehnya. Saatnya kita melakukan perubahan secara besar-besaran di dunia pendidikan.

Alangkah syahdunya jika tulisan primitive ini di akhiri dengan kalimat Tuhan

“ ان الله لا يغير ما بقوم حتي يغيروا ما بأنفسهم“


[+/-] Selengkapnya...

Hitler juga baik lho....



Pada zaman ini, mendengar nama Adolf Hitler sama dengan mendengar nama penjahat kelas berat, bahkan kalau boleh diurutkan, Adolf Hitler adalah penjahat besar nomor satu di dunia, kenapa? Tak lain adalah karena dia pemimpin, pembunuh, penjagal dan seabrek predikat buruk lain yang melekat pada dirinya.

Namun, apakah Adolf Hitler tak bisa dianggap sebagai manusia yang berjasa? Atau manusia yang telah menjadikan dia sebagai Bapak yang mempunyai pengaruh di dunia ini? Pertanyaan ini mungkin bisa dianggap sebuah kejanggalan, apalagi pada zaman sekarang, bisa-bisa kita dianggap sebagai calon penjahat besar baru.

Sayang sekali, saat ini dunia dikuasai oleh musuh-musuh Hitler, tentu saja yang disebarkan adalah kehidupan sisi negatif dari seorang pemimpin besar tersebut tanpa menoleh sedikitpun segi positifnya, padahal manusia tak kan pernah luput dari dua kutub, baik dan buruk.

Adolf Hitler lahir pada tanggal 20 April 1889 di Braunau am Inn, Austria pukul setengah tujuh malam. Ayah Hitler, Alois hitelr, merupakan seorang pegawai kantor bea cukai. Pada masa kecil,

Adolf Hitler mempunyai cita-cita menjadi seorang biarawan, bahkan ia pernah mendalami dengan serius untuk menjadi seorang biarawan, namun ketika beranjak dewasa, cita-citanya berubah ingin menjadi seorang seniman dengan mencoba mendaftarkan ujian masuk salah satu perguruan di Wina, Austria, meskipun ia gagal. Perubahan cita-cita Hitler menjadi seorang seniman memang sudah terlihat dari awal, dari semua nilai mata pelajaran, hanya pelajaran seni yang memiliki nilai memuaskan. Hitler kecil juga senang bermain perang-perangan, bahkan dia sering menjadi komando dari permainan tersebut. Sungguh bakat yang sudah terlihat dari awal.

Kekalahan Jerman pada Perang Dunia I membuat Hitler terpukul dan sedih, untuk itu dia bergabung dengan Partai Buruh Jerman (Deutsche Arbeiterpartei / DAP) pada bulan juli 1921, partai kecil berhaluan kanan di Munich, namun akhirnya nama partai itu diubah menjadi Partai Buruh Nasionalis Jerman (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei / NSDAP) atau partai Nazi.

Dalam waktu sekejap saja, partai itu tumbuh secara pesat di bawah pimpinan Hitler dan menjadi sebuah kekuatan tersendiri selain kekuatan pemerintah waktu itu. Dengan berbekal kekuatan yang mendukung, Hitler memberanikan untuk melakukan kudeta pada bulan November 1923, namun usaha tersebut gagal, bahkan berbuntut dijebloskannya Hitler ke penjara dengan tuduhan pengkhianatan terhadap negara selama setahun.

Keadaan Jerman pada waktu itu yang dilanda krisis, membuat rakyat bosan dengan janji-janji Pemerintah dan membuat mereka tidak puas dengan partai-partai politik, keadaan ini dimanfaatkan oleh Hitler untuk merebut simpati rakyat. Usaha ini berhasil dan mengantarkan Nazi sebagai partai terkuat.

Dengan menduduki jabatan Kanselir Jerman pada bulan Januari 1933, sifat kediktatoran Hitler sudah tampak, semua oposisi dibabat habis, praktis tak ada perlawanan dari para oposisi, karena mereka menyadari akan kekuatan Hitler dengan Nazinya. Jerman yang berada dalam genggaman Hitler dengan cepat menjadi sebuah negara yang bisa bersaing dengan bangsa tetangganya, mesin mobil modern (Autos), jalan tol bebas hambatan (Autobahn), Mesin roket, Mesin Jet, Stealth Plane, kapal selam (Untersee Boot), Infra red device dan lain sebagainya merupakan usaha yang telah dilakukan oleh Jerman di bawah kekuasaan Hitler sehingga mampu membuat Negara Jerman berada dalam urutan atas di benua eropa. Salah satu sumbangan Hitler dalam dunia otomotif adalah usulannya untuk membuat kendaraan yang berharga murah dan dapat di jangkau oleh warga Jerman yang akhirnya diwujudkan dalam bentuk mobil Volkswagen (VW) sampai akhirnya Hitler meraih dukungan sebagian besar penduduk Jerman karena dapat menekan angka kemiskinan dan melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi, dampaknya bisa dirasakan oleh warga Jerman dengan berkurangnya angka pengangguran. Inilah bentuk real yang sangat di harapkan oleh seluruh rakyat di dunia dimanapun dan kapanpun.

Bahkan, sebelum Hitler berkuasa, Jerman berada dalam inflasi yang amat parah, tapi dalam penanganan yang tepat, Jerman berhasil keluar dari krisis hanya dalam kurun waktu kurang dari satu dasawarsa, tepatnya 9 tahun dan Jerman berubah menjadi sebuah negara industri yang kuat. Tak lain ini adalah pengendalian kekusaan yang professional dari seorang yang di sebut-sebut sebagai manusia kejam.

Hitler pun berbeda dengan kebiasaan orang eropa yang tiap hari selalu ditemani minuman, namun bagi Hitler tak ada kata minum dalam kehidupan sehari-hari, Hitler juga tak merokok, tak suka main perempuan, dan seorang pemimpin yang brilian dalam militer meskipun tak lepas dari sifat otoriternya, namun sifat tersebut tentunya untuk kebaikan militer Jerman yang kala itu masing-masing negara di eropa selalu menampilkan kekuatan milternya, pastinya untuk menjadi penguasa dunia.

Keputusan Hitler untuk menyerang negara eropa adalah keputusan tepat, ini karena lebih baik menyerang dulu dari pada diserang, dengan memakai taktik cepat yang dikenal dengan blitzkrieg (serangan darat, udara yang handal dan mengejut) satu persatu negara-negara eropa dicaploknya. Puncaknya pada tahun 1940, Polandia ,Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia, Luxemburg, dengan mudah dapat dikalahkan, bahkan Prancis pun harus mengakui keunggulan Jerman. Inggris hampir saja menjadi santapan berikutnya, namun dengan usaha mati-matian Inggris dapat menggagalkan serangan udara Jerman yang di kenal dengan Battle of Britain. Tahun-tahun berikutnya Hitler tak kenal lelah untuk menjadi penguasa Eropa, Yunani, Yugoslavia menjadi negara yang berada di kekuasaan Hitler, bahkan dengan berani Hitler menyerang negara besar Uni Soviet meskipun tak seluruh wilayah Uni Soviet sempat didudukinya, yang lebih mencengangkan lagi dari kelakuan Hitler, meskipun masih berperang dengan Inggris dan Uni Soviet yang jelas-jelas adalah negara kuat dalam segi militer, Hitler juga menantang Amerika Serikat pada bulan desember 1941. Pada pertengahan 1942, Jerman berhasil menguasai sebagian besar eropa, bahkan Afrika Utara pun tak luput dari jangkauan Hitler, benar-benar mengukir sejarah baru yang tak ada tandingannya dari dulu sampai zaman sekarang.

Namun, tak selamanya seseorang berada di atas terus, roda pasti berputar dan berganti. Kekalahan Hitler pun datang, setelah satu persatu angkatan senjata Jerman mengalami kekalahan dalam peperangan, Hitler pun segera menikahi seorang wanita yang menjadi simpanannya bernama Eva Braun, kemudian bunuh diri bersama-sama tanggal 30 April 1945, jasadnya dibakar agar tak jatuh ke tangan musuh.

Kisah Hitler memang sangat menarik, selain kisah meyeramkan tentunya, bagaimana tidak, Hitler yang lahir di Austria dapat menguasai negara yang bukan negara aslinya, Jerman, orang yang tak punya bakat dalam berpoltik, semasa kecil hidupnya dalam kemiskinan bisa menjadi seorang penguasa Eropa hanya dalam waktu empat belas tahun dan menjadi pemimpin yang sangat di takuti oleh lawannya. Benar-benar pemimpin luar biasa yang mempunyai ambisi sangat kuat. Tak heran, kalau saya pribadi meletakkan Adolf Hitler sejajar dengan Patih Gajah Mada, tentunya dalam hal menjadi pemimpin yang berhasil menyatukan dan menguasai wilayah yang luas

Sekejam apapun sifat seseorang, namun kita tak harus meninggalkan sisi-sisi kebaikan orang tersebut, apalagi ia berjasa dalam suatu negara atau bahkan dunia. Tak boleh memvonis sepihak bahwa seseorang memiliki predikat buruk atau penjahat hanya karena perbuatannya yang telah melukai orang lain.

Sungguh sangat tepat ketika kita membuka lembaran-lembaran Al-Quran :

" يأيها الذين آمنوا لايسخر قوم من قوم عسي أن يكونوا خيرامنهم "

"ما يريد الله ليجعل عليكم من حرج "

Tak ada manusia yang tak berdosa, baik dosa secara sengaja maupun tidak sengaja, marilah kita intropeksi diri kita, agar kita selalu menjadi manusia yang tak hanya berani mengritik atau menyalahkan orang lain, namun kita juga harus mau dikritik dan disalahkan :

" وسارعوا الي مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والأرض أعدت للمتقين "


[+/-] Selengkapnya...